-->
Mengenang kembali kisah persalinan keduaku, 5 Januari 2012, setahun yang lalu....
HPHT 25 Maret 2011 yg
menggenapkan hitungan usia kandunganku 39w di tanggal 26 Desember 2011 membuatku
mengajukan cuti per 27 Desember 2011, krn pada kelahiran anak pertama jatuh di
minggu ke 39 jg. Ternyata sampe dgn tanggal 31 Desember, adhek nizar belum
menampakkan tanda-tanda akan lair. Sabtu sore tanggal 31, bsama suami n Faqih, aku
memeriksakan diri ke dr. Nasrawaty. Blio bilang air ketuban masih bagus, posisi
kepala jg telah di jalan lahir tp agak gantung. Aku msh dberi waktu menanti
dtgnya kontraksi, paling tdk sampe mgu ke 41. Walaupun msh H2C, perasaan hatiku
agak tenang mendengar kata2 dokter yg memberi kesempatan agar bs melhrkan
normal. Alhamdulillah ya Allah.
3 jan 12
Subuh ini mas hrs brkt ke jkt.
Sekilas kulihat ada segurat ragu membayang di wajahnya. Aku yakinkan lg,
"berangkatlah mas, ga apa2". Kemudian dg segala rasa dlm dada, mas
penuh haru memelukku dan menitipkanku pd ortu. Sambil mengelus perut, aku
katakan pd bayi kmi, tunggu bpk plg ya nak, keluarlah tanggal 9 mlm.
Penasaran!
Dibuat dagdigdug menunggu seperti
ini membuat rasa penasaranku membuncah. Sorenya kuminta ortu menemaniku periksa
ke dr.nasra lg.
Hasil USG memperlhtkan air
ketuban sdh agak keruh dan kepala byi msh gantung. BB bayi meroket jd 3.8 kg.
Waww..
Dokter menjelaskan kemungkinan
induksi jika sampe dg tanggal 9, kontraksi tak kunjung tiba. Pias wajahku
mendengar kata induksi. Yg terbyg hanya rasa sakit luar biasa. Dokter yg tahu
ketakutanku mengusulkan induksi dari makanan. Konsumsi saja minuman bersoda,
tape, brem dll. Biasanya akan membantu.
Segera kubeli 2 botol coca cola
sesampainya di rmh. Mlm itu hbs 1 botol.
Tanggal 4 jan 12
Faqih msh lelap subuh ini.
Mungkin ada baiknya aku bjalan2 pagi. Sendiri kususuri jalan kompleks sambil
berujar n mengelus perut, Nak ga usa tgu bpk, keluarlah kl memang kmu mau dhek
sblm tanggal 9 januari 2012. Apabila blm jg muncul tanda, kemungkinan SC
menjadi solusi akhir. Ah Allah, betapa cemasnya hatiku. Terbyg lg ketiadaan
suami di sisiku. Suamiku hrs berangkat mengikuti tes tahap akhir utk beasiswa
S2nya tanggal 4 jan sd. 9 jan 12 di jkt n jogja. Suami sempat bimbang, berat
hatinya meninggalkanku yg sdg menanti hari kelahiran anak ke2 kami beserta
balita, si sulung kmi. Tp segera aku kuatkan hatinya. Berangkatlah mas, jgn
sia2kan kesempatan dan impian mas ini. Setelah lulus trs di 6 tahap tes
terdahulu, amat syg rasanya jika tdk menuntaskan hingga akhir.
Tanggal 5 jan 12
sejak pagi buta kusempatkan
mengepel lantai. Kemudian mandi dan meladeni sulungku. Sempat kuhbskan sebotol
cola lg. Sejak siang, Faqih agak rewel. Ga mau bobo siang. Minta pisgor di wrg
sebelah. Okelah, kubelikan dg tergesa sambil menyeret langkah krn perutku sdh
terasa berat skali. Pemilik wrg sempat btanya, blm adakah tanda2 lhr krn blio
melhtku sdh agak lelah.
Jelang adzan magrib, aku BAK di
kmr mandi. Tp masyaALLAH, byk sekali darah segar keluar. Bkn flek seperti tanda
akan melahirkan. Dgn panik, aku keluar dr kmr mandi dan mencari mama. Mama
memutuskan utk membawaku segera ke dr.nasra. Tergesa kuambil pembalut kmudian
menelpon bulek upik n bulek anto. Lek upik diminta mama ikut serta menemani kmi
ke dokter dg diantar bpk. Sdgkan bulek anto n fardan menemani Faqih di rmh.
Cemasny hatiku membuat airmata
menetes deras, bercampur ksedihan meninggalkan Faqih ntah sampe kpn, krn Faqih
tak pernah tidur malam tanpa mama dsampingnya. Apalg ketiadaan suami di sisi,
makin membuat mellow ku menjadi jadi, ahh.. Makasi ya bulek upik, telah
menghiburku dg mengatakan Faqih akan baik2 saja.
Sesampainya di tempat praktek
dokter, antrean lumayan panjang. Mama merangsek maju mendekati juru tulis
sambil berkata berulangkali, anak saya sdh keluar tanda mau melahirkan. Tapi
sang juru tulis tetap tenang dan keukeuh, tdk segera mendahulukanku. Katanya,
msh sempet ko, tenang aja, prosesny kan lama. Byuhbyuh
Terkaget kaget ketika dokter memeriksa
jalan lahir dg tgnnya, beliau mengatakan pembukaanku sdh 5 cm. "Tapi ga
ada rasa sakit sama skali dok", protesku terheran heran. Sambil tsenyum,
bliau berujar kalem, "Kan mlh alhamdlh kalo ga skt".
Glodakk
Ya iye dunk, tp kan aneh
Dokter merujukku ke RSAB Ananda
krn daya tampung kliniknya sdh penuh. Dlm perjalanan menuju RS, mama memberi
pertimbgn, walopun nanti yg mengawasi prosesny adalah dr.nasra, smentara yg
menangani pasti bidan yg blm kmi kenal. Ga ada salahnya mencoba ke bidan Iin yg
sdh kmi kenal. Keluar dari klinik Anisa, mbl bpk pun melewati simpangan menuju
RS begitu saja, tujuannya jelas ke klinik Firdaus, bidan senior yg terkenal yg
dulu jg menangani persalinan pertamaku. Shalat Maghrib kulewatkan krn telah
panik, walaupun aku ingat bahwa blm ada kontraksi tercipta.
Pukul 19.30
Sampai di kamar periksa,
kuceritakan secara cepat apa yg kualami ke perawat jaga. Syukur alhamdlh, bidan
Iin ada di rmh. Tangannya cekatan memeriksa dalam kmudian membenarkan diagnosa
dr.nasra bahwa pembukaanku memang sdh 5. Peralatan segera dsiapkan. Asisten
bidan dg cepat memasang selang oksigen n infus krn menurut bidan, jarak
persalinanku sekarang lumayan dekat dg persalinan pertama. Bliau memperkirakan
akan terjadi blooding. Ya Allah, hanya pada-Mu hamba berserah. Sungguh telah
pasrah akan apapun yg terjadi asal bayiku selamat.
Kontraksi mulai tapi samar2.
Asisten bidan yg msh muda2 n
sebagian kukenali krn pernah menolong persalinan pertamaku membuat hati agak
tenang. Seperti biasa, salah seorang akan standby dsamping bumil, menjaga
infus, memompakan semangat, mengingatkan utk berdzikir, bahkan memijat kaki n
telapakku yg kata mereka bertujuan merangsang kontraksi. Oya, yg menunggui di
sampingku adalah mama n bulek upik. Tak lupa perbekalan logistik seperti kue,
biskuit n air minum yg sebelumnya memang telah kusiapkan.
Jarum jam tepat di hadapanku
menunjuk pukul 20.30, sakitnya sudah lumayan. Kadang dr lisanku terucap
"aduh" yg akan langsung dralat halus para asisten. "Ucapkan
Allah bu", kata mereka. Ah ya, jadi malu.
Pukul 22, rasa sakit makin
menjadi. Pembukaan telah lengkap 10. Bidan sdh siap di depan jalan lahir. Ntah
mengapa, semua asistennya turun tgn mengelilingiku semua. Biasanya hanya
berdua. Sekarang total berlima dg bu bidan. Aku cuma mengira, mungkin krn hanya
ada 1 pasien yakni aku.
Bidan memintaku beralih posisi
dari miring ke kiri menjadi telentang. Kdua kaki dtekuk n dtarik hingga lutut
menyentuh dada. Keinginan mengejan sudah sedemikian kuatnya. Aku mengambil
nafas panjang, mengejan semaksimal mungkin. Dua kali kuulang, tp mengapa kepala
bayi terasa sangat mengganjal di jalan lahir, tak jua mau keluar. Bidan n
asisten tambah semangat memotivasiku. Sekilas wajah bidan sangat tegang. Aneh,
ada yg aneh. Ketika sudah 4x aku mengejan, bidan mengambil tindakan cepat dg
melakukan episiotomi, kemudian tangan beliau langsung masuk dan membantu
menarik kepala bayiku.
Oee..ee
Pecah tangis bayiku, keras
sekali. Kamis, tanggal 5 Januari 2012 pukul 23.00 WITA anak keduaku lahir,
subhanallah….
Alhamdulillah, aku lega, sangat.
Tak terasa basah mataku. Dulu ada mas yg segera mengecupku. Sekarang mama dan
bulek yg menciumku.
"Dokter ga bilang ya, wajah
bayimu menghadap jalan lahir? Harusnya kan ubun2. Makanya susah keluar.
Mestinya dari USG terlihat. Apalagi bayimu besar banget Sayang. Nanti cek gula
darah ya, dulu anak pertama juga besar kan?", tanya bidan beruntun.
"Ga ada bilang bu",
jawabku.
Terjawab sudah, kenapa wajah
beliau tegang. Syukurlah beliau sangat bpengalaman.
"Kalo di RS, sudah dicaesar
Sayang, krn wajah bayi bisa luka", lanjut beliau lg sambil tetap sibuk
membersihkan uterus n menjahitku. Kayaknya jahitanku sangat buanyak gara2
rentetan semuanya.
"Eh.. (kaget)..", bayi
saya mana ya bu? Ga luka kan wajahnya? Saya pgn IMD, kataku.
"Lg dbersihkan, ga luka
ko", jwb beliau.
Tadi hanya kulihat sekilas krn
memang langsung dibawa perawat. Menurut bidan, yang bagian ini sebenarnya ingin
kuprotes, tapi karena terlampau lemah aku mengalah, bayi akan kedinginan. IMD
masih boleh dilakukan hingga 60 menit ke depan.
Akhirnya si kecil baru
diperlihatkan ke diriku beberapa menit kemudian, langsung diletakkan di
payudara untuk menghisap ASI. Hiks, tak ada proses merayap yang membutuhkan
kesabaran itu…. Padahal sejak awal telah kudiskusikan dengan bidan, sejak
kontrolku yg pertama kali ke beliau. Susah juga ya ternyata aplikasinya kalau
sudah begini. Memang lebih baik jika ada opsi RS yg sayang anak dan ibu.
Selesai obras-mengobras,
jait-menjait, sulam-menyulam (apaan sih?), aku dipindahkan ke dalam kamar inap.
Sempit ternyata, karena saat persalinan pertama dulu memakai kamar VIP yg luas,
ternyata kamar VIP yg jumlahnya hanya 2
buah telah diisi orang lain. Yah tak apalah, paling besok uda boleh pulang,
pikirku menghibur diri. Kulihat mama dan bapak sibuk mondar-mandir merawatku,
bulek Upik juga meladeni bayiku karena aku bersikeras untuk room in dengan bayi
biar leluasa menyusui.
Perawat masuk, memeriksa
keadaanku. Sambil bercanda, katanya bayiku sangat besar. Allah, aku sampai lupa
bertanya, berapa berat badannya dan panjangnya. Jawaban yg kudengar membuatku
ternganga. Bobotnya 4,2 kilogram sudah termasuk baju, jadi berat badannya
kira-kira 4 kilogram, panjangnya 54 cm. Subhanallah…..
Ternyata aku memang mengalami
pendarahan. Basah bagian bawah tubuhku oleh darah, pantas saja sakitnya tak
tertahankan.
Lama-lama, bapak kelelahan
kemudian menghampar kain selimut seadanya di lantai, mama juga begitu (hiks
inilah sedihnya kalau kamar yg dipakai bukan VIP, ga ada fasilitas lain untuk
pengantar). Tinggal bulek Upik seorang diri menemaniku, mengambilkan
keperluanku, karena sedikit saja aku bergeser, rasa nyeri luar biasa menyerang
di bagian bawah. Segera kuminta bulek untuk menggendong si kecil untuk kufoto.
Kukirimkan melalui MMS ke suami dan ibu mertua. Suami langsung menelponku, di
akhir pembicaraan berceletuk, “Anak kita sudah dua ya”. Hehehe…
Kutuliskan selarik kabar juga
untuk berbagi kebahagiaan pada teman-temanku di FB. Lama melayani sambutan
teman-teman yg ramai karena merasa kaget akan ke’besaran’ bayiku , kulirik jam
telah menunjukkan pukul 2 dinihari. Bulek kerapkali memintaku istirahat, tapi
mataku tak mau jua terpejam. Si kecil terbangun, mungkin lapar. Perlahan aku
mengubah posisi tubuh bersiap menyusui, sambil rebahan tentu saja- karena aku
tak sanggup duduk, tak seperti ketika habis melahirkan Faqih dulu yg langsung bisa
duduk- walaupun sakit sekali namun kutahan. Bahagia karena air susu akan
mengaliri si besar ini.
Eh lah ko si bayi ngamuk ya…. ASI
ku masih sedikit sekali memang, tapi bukankah wajar karena lambung bayi pun
masih sebesar kelereng. Bayi kan hanya perlu kolostrum dulu. Lama-lama, tambah
kencang nangisnya si kecil. Bulek mencoba menenangkan. Aku yg tak mampu
melakukan apapun karena rasa nyeri menghujam-hujam, sakit sekali ya Allah. Bulek
berinisiatif memanggil perawat yg segera mengambil alih bayiku dan
memposisikannya agak perlekatan ke payudara sempurna. Tapi ia tetap menangis. Akhirnya
dengan berat hati kurelakan si kecil dibawa ke ruang perawat. Mungkin kalau
dimasukkan ke dalam incubator, si kecil akan merasa hangat dan lebih tenang
hingga tertidur. Eh ternyata, beberapa saat kemudian perawat kembali ke kamar.
Kata perawat, bayiku tetap juga menangis. Perawat menanyakan, apakah boleh
dikasih sufor. Yaahh kecewanya hatiku, tapi aku bernegosiasi untuk memberinya
ASI lagi, semoga si kecil mau.
Ketika anakku dibawa lagi ke
dalam kamarku, dengan bersemangat aku mencoba menyusuinya. Namun tetap saja ia
mengamuk. Pasrahlah aku, dan kuizinkan perawat memberinya sufor. Sambil berharap
esok ASIku mampu menenangkan bayiku. Lelah yg teramat sangat dan rasa kasihan
pada bulek yg nampaknya juga capek banget membuatku tertidur. Pukul 5 subuh,
adzan berkumandang. Sejenak aku terpaku, anakku belum diadzankan dan diiqomahkan.
Allah…….
Kubangunkan mama dan kumintakan
tolong untuk mengambil si kecil dari ruang perawat. Ternyata si kecil sedang
pulas di dalam incubator. Rencana mengadzankan pun tertunda. Semoga sebentar
lagi bayiku terbangun biar dapat diadzankan oleh utinya. Bulek Upik meminta
izin pulang. Bapak juga, karena di POLDA apel kan dimulai pukul 6 pagi.
Kutitipkan pesan pada bapak agar membawa Faqih setelah beliau apel agar aku bisa
bertemu. Ternyata berpisah semalam saja darinya membuatku sangat rindu. Ah jagoan
sulungku sudah menjadi mas sekarang….. menitik airmata ini, haru. Ia masih
kecil sebenarnya. Semoga Faqih cepat beradaptasi dengan adiknya, pasti seru
mereka berdua sekarang menjadi bintang penerang dalam keluarga kecil kami.
Pukul 6 pagi setelah dimandikan,
si kecil diantar perawat ke kamarku. Perawat bercerita dengan riang, “Dedeknya
gendut bu, jadi minumnya buanyak sekali, dua kali saya bikinkan barulah dia
tertidur pulas di incubator.. hehe…” Oalah Nak Nak….. Jam segitu juga, baru deh
bayi baru ini diadzankan oleh utinya, hihi….
Pukul 9 pagi, Faqih datang
bersama bulek Ratmi dan Amat. Wajahnya terlihat sangat bingung ketika melihat
perutku yg mengempes dan takjub melihat adiknya. Asing, pasti dirasakannya…..
Setelah dijelaskan, sulungku
mengangguk-angguk, entah mengerti atau tidak, hehehe…..
Setelah puas berfoto-foto, bulek
Ratmi ingin pulang, Amat juga ada kuliah. Okelah, asal Faqih tetap tinggal di
sini, tak apa.
Hingga malam, ASIku belum jua
sanggup membuat si kecil tenang. Minumnya masih dari sufor, padahal ini sudah
hari kedua, duuuhh…. Bagaimana ini. Sambil menghibur hati, karena semakin aku
merasa stress, hormon oksitosinku akan semakin sedikit yg membuat produksi ASI
menjadi berkurang. Pelipur laraku karena suami tak ada di sisi dan mama yg
terlihat kelelahan mengurusiku di klinik adalah Faqih dan adiknya. Malam hari,
ketika mama telah pulas tertidur setelah menjagaku dan bayiku yg merengek minta
susu terus, Faqihlah yg menjagaku. Kadang kumintai tolong mengambilkan air
minum ato penganan kecil di kulkas. Ah subhanallah, melihat si kecil ini selalu
membuat airmataku hendak meleleh terus. Maafkan mama ya Nak, maaf…..
Hari ketiga di kamar membuatku
agak jenuh. Sejak kemarin sebenarnya ingin cepat kembali ke rumah tapi bidan
belum mengizinkan karena pendarahanku perlu perawatan dari kliniknya. Hingga pagi
di hari ketiga pun belum ada kejelasan. Setelah menanyakan lagi, akhirnya siang
tanggal 7 Januari aku diperbolehkan pulang membawa serta bayi kami. Ah
senangnya….. Sampai di rumah, dukun bayi yg bisa memijat PD agar ASI lancer keluar
datang dengan diantar oleh Lek Anto. Mungkin karena rasa bahagia, ASI ku
akhirnya mengalir deras malam harinya. Alhamdulillah, segala puji hanya bagi-mu
ya, Rabb…..
Note :
** sang bapak baru melihat raut
wajah anak keduanya pada tanggal 10 Januari 2012 malam, padahal teman-temannya
telah menjenguk pada tanggal 9 Januari 2012 siang, hehe….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar