Sabtu, 05 Januari 2013

.: Kisah Kelahiran Nizar :.


-->
Mengenang kembali kisah persalinan keduaku,  5 Januari 2012, setahun yang lalu....

HPHT 25 Maret 2011 yg menggenapkan hitungan usia kandunganku 39w di tanggal 26 Desember 2011 membuatku mengajukan cuti per 27 Desember 2011, krn pada kelahiran anak pertama jatuh di minggu ke 39 jg. Ternyata sampe dgn tanggal 31 Desember, adhek nizar belum menampakkan tanda-tanda akan lair. Sabtu sore tanggal 31, bsama suami n Faqih, aku memeriksakan diri ke dr. Nasrawaty. Blio bilang air ketuban masih bagus, posisi kepala jg telah di jalan lahir tp agak gantung. Aku msh dberi waktu menanti dtgnya kontraksi, paling tdk sampe mgu ke 41. Walaupun msh H2C, perasaan hatiku agak tenang mendengar kata2 dokter yg memberi kesempatan agar bs melhrkan normal. Alhamdulillah ya Allah.



3 jan 12

Subuh ini mas hrs brkt ke jkt. Sekilas kulihat ada segurat ragu membayang di wajahnya. Aku yakinkan lg, "berangkatlah mas, ga apa2". Kemudian dg segala rasa dlm dada, mas penuh haru memelukku dan menitipkanku pd ortu. Sambil mengelus perut, aku katakan pd bayi kmi, tunggu bpk plg ya nak, keluarlah tanggal 9 mlm.

Penasaran!
Dibuat dagdigdug menunggu seperti ini membuat rasa penasaranku membuncah. Sorenya kuminta ortu menemaniku periksa ke dr.nasra lg.
Hasil USG memperlhtkan air ketuban sdh agak keruh dan kepala byi msh gantung. BB bayi meroket jd 3.8 kg. Waww..
Dokter menjelaskan kemungkinan induksi jika sampe dg tanggal 9, kontraksi tak kunjung tiba. Pias wajahku mendengar kata induksi. Yg terbyg hanya rasa sakit luar biasa. Dokter yg tahu ketakutanku mengusulkan induksi dari makanan. Konsumsi saja minuman bersoda, tape, brem dll. Biasanya akan membantu.
Segera kubeli 2 botol coca cola sesampainya di rmh. Mlm itu hbs 1 botol.

Tanggal 4 jan 12
Faqih msh lelap subuh ini. Mungkin ada baiknya aku bjalan2 pagi. Sendiri kususuri jalan kompleks sambil berujar n mengelus perut, Nak ga usa tgu bpk, keluarlah kl memang kmu mau dhek sblm tanggal 9 januari 2012. Apabila blm jg muncul tanda, kemungkinan SC menjadi solusi akhir. Ah Allah, betapa cemasnya hatiku. Terbyg lg ketiadaan suami di sisiku. Suamiku hrs berangkat mengikuti tes tahap akhir utk beasiswa S2nya tanggal 4 jan sd. 9 jan 12 di jkt n jogja. Suami sempat bimbang, berat hatinya meninggalkanku yg sdg menanti hari kelahiran anak ke2 kami beserta balita, si sulung kmi. Tp segera aku kuatkan hatinya. Berangkatlah mas, jgn sia2kan kesempatan dan impian mas ini. Setelah lulus trs di 6 tahap tes terdahulu, amat syg rasanya jika tdk menuntaskan hingga akhir.


Tanggal 5 jan 12
sejak pagi buta kusempatkan mengepel lantai. Kemudian mandi dan meladeni sulungku. Sempat kuhbskan sebotol cola lg. Sejak siang, Faqih agak rewel. Ga mau bobo siang. Minta pisgor di wrg sebelah. Okelah, kubelikan dg tergesa sambil menyeret langkah krn perutku sdh terasa berat skali. Pemilik wrg sempat btanya, blm adakah tanda2 lhr krn blio melhtku sdh agak lelah.

Jelang adzan magrib, aku BAK di kmr mandi. Tp masyaALLAH, byk sekali darah segar keluar. Bkn flek seperti tanda akan melahirkan. Dgn panik, aku keluar dr kmr mandi dan mencari mama. Mama memutuskan utk membawaku segera ke dr.nasra. Tergesa kuambil pembalut kmudian menelpon bulek upik n bulek anto. Lek upik diminta mama ikut serta menemani kmi ke dokter dg diantar bpk. Sdgkan bulek anto n fardan menemani Faqih di rmh.
Cemasny hatiku membuat airmata menetes deras, bercampur ksedihan meninggalkan Faqih ntah sampe kpn, krn Faqih tak pernah tidur malam tanpa mama dsampingnya. Apalg ketiadaan suami di sisi, makin membuat mellow ku menjadi jadi, ahh.. Makasi ya bulek upik, telah menghiburku dg mengatakan Faqih akan baik2 saja.
Sesampainya di tempat praktek dokter, antrean lumayan panjang. Mama merangsek maju mendekati juru tulis sambil berkata berulangkali, anak saya sdh keluar tanda mau melahirkan. Tapi sang juru tulis tetap tenang dan keukeuh, tdk segera mendahulukanku. Katanya, msh sempet ko, tenang aja, prosesny kan lama. Byuhbyuh

Terkaget kaget ketika dokter memeriksa jalan lahir dg tgnnya, beliau mengatakan pembukaanku sdh 5 cm. "Tapi ga ada rasa sakit sama skali dok", protesku terheran heran. Sambil tsenyum, bliau berujar kalem, "Kan mlh alhamdlh kalo ga skt".
Glodakk
Ya iye dunk, tp kan aneh

Dokter merujukku ke RSAB Ananda krn daya tampung kliniknya sdh penuh. Dlm perjalanan menuju RS, mama memberi pertimbgn, walopun nanti yg mengawasi prosesny adalah dr.nasra, smentara yg menangani pasti bidan yg blm kmi kenal. Ga ada salahnya mencoba ke bidan Iin yg sdh kmi kenal. Keluar dari klinik Anisa, mbl bpk pun melewati simpangan menuju RS begitu saja, tujuannya jelas ke klinik Firdaus, bidan senior yg terkenal yg dulu jg menangani persalinan pertamaku. Shalat Maghrib kulewatkan krn telah panik, walaupun aku ingat bahwa blm ada kontraksi tercipta.
Pukul 19.30
Sampai di kamar periksa, kuceritakan secara cepat apa yg kualami ke perawat jaga. Syukur alhamdlh, bidan Iin ada di rmh. Tangannya cekatan memeriksa dalam kmudian membenarkan diagnosa dr.nasra bahwa pembukaanku memang sdh 5. Peralatan segera dsiapkan. Asisten bidan dg cepat memasang selang oksigen n infus krn menurut bidan, jarak persalinanku sekarang lumayan dekat dg persalinan pertama. Bliau memperkirakan akan terjadi blooding. Ya Allah, hanya pada-Mu hamba berserah. Sungguh telah pasrah akan apapun yg terjadi asal bayiku selamat.

Kontraksi mulai tapi samar2.
Asisten bidan yg msh muda2 n sebagian kukenali krn pernah menolong persalinan pertamaku membuat hati agak tenang. Seperti biasa, salah seorang akan standby dsamping bumil, menjaga infus, memompakan semangat, mengingatkan utk berdzikir, bahkan memijat kaki n telapakku yg kata mereka bertujuan merangsang kontraksi. Oya, yg menunggui di sampingku adalah mama n bulek upik. Tak lupa perbekalan logistik seperti kue, biskuit n air minum yg sebelumnya memang telah kusiapkan.

Jarum jam tepat di hadapanku menunjuk pukul 20.30, sakitnya sudah lumayan. Kadang dr lisanku terucap "aduh" yg akan langsung dralat halus para asisten. "Ucapkan Allah bu", kata mereka. Ah ya, jadi malu.
Pukul 22, rasa sakit makin menjadi. Pembukaan telah lengkap 10. Bidan sdh siap di depan jalan lahir. Ntah mengapa, semua asistennya turun tgn mengelilingiku semua. Biasanya hanya berdua. Sekarang total berlima dg bu bidan. Aku cuma mengira, mungkin krn hanya ada 1 pasien yakni aku.
Bidan memintaku beralih posisi dari miring ke kiri menjadi telentang. Kdua kaki dtekuk n dtarik hingga lutut menyentuh dada. Keinginan mengejan sudah sedemikian kuatnya. Aku mengambil nafas panjang, mengejan semaksimal mungkin. Dua kali kuulang, tp mengapa kepala bayi terasa sangat mengganjal di jalan lahir, tak jua mau keluar. Bidan n asisten tambah semangat memotivasiku. Sekilas wajah bidan sangat tegang. Aneh, ada yg aneh. Ketika sudah 4x aku mengejan, bidan mengambil tindakan cepat dg melakukan episiotomi, kemudian tangan beliau langsung masuk dan membantu menarik kepala bayiku.

Oee..ee
Pecah tangis bayiku, keras sekali. Kamis, tanggal 5 Januari 2012 pukul 23.00 WITA anak keduaku lahir, subhanallah….
Alhamdulillah, aku lega, sangat. Tak terasa basah mataku. Dulu ada mas yg segera mengecupku. Sekarang mama dan bulek yg menciumku.

"Dokter ga bilang ya, wajah bayimu menghadap jalan lahir? Harusnya kan ubun2. Makanya susah keluar. Mestinya dari USG terlihat. Apalagi bayimu besar banget Sayang. Nanti cek gula darah ya, dulu anak pertama juga besar kan?", tanya bidan beruntun.

"Ga ada bilang bu", jawabku.
Terjawab sudah, kenapa wajah beliau tegang. Syukurlah beliau sangat bpengalaman.

"Kalo di RS, sudah dicaesar Sayang, krn wajah bayi bisa luka", lanjut beliau lg sambil tetap sibuk membersihkan uterus n menjahitku. Kayaknya jahitanku sangat buanyak gara2 rentetan semuanya.

"Eh.. (kaget)..", bayi saya mana ya bu? Ga luka kan wajahnya? Saya pgn IMD, kataku.
"Lg dbersihkan, ga luka ko", jwb beliau.

Tadi hanya kulihat sekilas krn memang langsung dibawa perawat. Menurut bidan, yang bagian ini sebenarnya ingin kuprotes, tapi karena terlampau lemah aku mengalah, bayi akan kedinginan. IMD masih boleh dilakukan hingga 60 menit ke depan.

Akhirnya si kecil baru diperlihatkan ke diriku beberapa menit kemudian, langsung diletakkan di payudara untuk menghisap ASI. Hiks, tak ada proses merayap yang membutuhkan kesabaran itu…. Padahal sejak awal telah kudiskusikan dengan bidan, sejak kontrolku yg pertama kali ke beliau. Susah juga ya ternyata aplikasinya kalau sudah begini. Memang lebih baik jika ada opsi RS yg sayang anak dan ibu.
Selesai obras-mengobras, jait-menjait, sulam-menyulam (apaan sih?), aku dipindahkan ke dalam kamar inap. Sempit ternyata, karena saat persalinan pertama dulu memakai kamar VIP yg luas, ternyata kamar VIP  yg jumlahnya hanya 2 buah telah diisi orang lain. Yah tak apalah, paling besok uda boleh pulang, pikirku menghibur diri. Kulihat mama dan bapak sibuk mondar-mandir merawatku, bulek Upik juga meladeni bayiku karena aku bersikeras untuk room in dengan bayi biar leluasa menyusui.

Perawat masuk, memeriksa keadaanku. Sambil bercanda, katanya bayiku sangat besar. Allah, aku sampai lupa bertanya, berapa berat badannya dan panjangnya. Jawaban yg kudengar membuatku ternganga. Bobotnya 4,2 kilogram sudah termasuk baju, jadi berat badannya kira-kira 4 kilogram, panjangnya 54 cm. Subhanallah…..
Ternyata aku memang mengalami pendarahan. Basah bagian bawah tubuhku oleh darah, pantas saja sakitnya tak tertahankan.

Lama-lama, bapak kelelahan kemudian menghampar kain selimut seadanya di lantai, mama juga begitu (hiks inilah sedihnya kalau kamar yg dipakai bukan VIP, ga ada fasilitas lain untuk pengantar). Tinggal bulek Upik seorang diri menemaniku, mengambilkan keperluanku, karena sedikit saja aku bergeser, rasa nyeri luar biasa menyerang di bagian bawah. Segera kuminta bulek untuk menggendong si kecil untuk kufoto. Kukirimkan melalui MMS ke suami dan ibu mertua. Suami langsung menelponku, di akhir pembicaraan berceletuk, “Anak kita sudah dua ya”. Hehehe…
Kutuliskan selarik kabar juga untuk berbagi kebahagiaan pada teman-temanku di FB. Lama melayani sambutan teman-teman yg ramai karena merasa kaget akan ke’besaran’ bayiku , kulirik jam telah menunjukkan pukul 2 dinihari. Bulek kerapkali memintaku istirahat, tapi mataku tak mau jua terpejam. Si kecil terbangun, mungkin lapar. Perlahan aku mengubah posisi tubuh bersiap menyusui, sambil rebahan tentu saja- karena aku tak sanggup duduk, tak seperti ketika habis melahirkan Faqih dulu yg langsung bisa duduk- walaupun sakit sekali namun kutahan. Bahagia karena air susu akan mengaliri si besar ini.

Eh lah ko si bayi ngamuk ya…. ASI ku masih sedikit sekali memang, tapi bukankah wajar karena lambung bayi pun masih sebesar kelereng. Bayi kan hanya perlu kolostrum dulu. Lama-lama, tambah kencang nangisnya si kecil. Bulek mencoba menenangkan. Aku yg tak mampu melakukan apapun karena rasa nyeri menghujam-hujam, sakit sekali ya Allah. Bulek berinisiatif memanggil perawat yg segera mengambil alih bayiku dan memposisikannya agak perlekatan ke payudara sempurna. Tapi ia tetap menangis. Akhirnya dengan berat hati kurelakan si kecil dibawa ke ruang perawat. Mungkin kalau dimasukkan ke dalam incubator, si kecil akan merasa hangat dan lebih tenang hingga tertidur. Eh ternyata, beberapa saat kemudian perawat kembali ke kamar. Kata perawat, bayiku tetap juga menangis. Perawat menanyakan, apakah boleh dikasih sufor. Yaahh kecewanya hatiku, tapi aku bernegosiasi untuk memberinya ASI lagi, semoga si kecil mau.

Ketika anakku dibawa lagi ke dalam kamarku, dengan bersemangat aku mencoba menyusuinya. Namun tetap saja ia mengamuk. Pasrahlah aku, dan kuizinkan perawat memberinya sufor. Sambil berharap esok ASIku mampu menenangkan bayiku. Lelah yg teramat sangat dan rasa kasihan pada bulek yg nampaknya juga capek banget membuatku tertidur. Pukul 5 subuh, adzan berkumandang. Sejenak aku terpaku, anakku belum diadzankan dan diiqomahkan. Allah…….

Kubangunkan mama dan kumintakan tolong untuk mengambil si kecil dari ruang perawat. Ternyata si kecil sedang pulas di dalam incubator. Rencana mengadzankan pun tertunda. Semoga sebentar lagi bayiku terbangun biar dapat diadzankan oleh utinya. Bulek Upik meminta izin pulang. Bapak juga, karena di POLDA apel kan dimulai pukul 6 pagi. Kutitipkan pesan pada bapak agar membawa Faqih setelah beliau apel agar aku bisa bertemu. Ternyata berpisah semalam saja darinya membuatku sangat rindu. Ah jagoan sulungku sudah menjadi mas sekarang….. menitik airmata ini, haru. Ia masih kecil sebenarnya. Semoga Faqih cepat beradaptasi dengan adiknya, pasti seru mereka berdua sekarang menjadi bintang penerang dalam keluarga kecil kami.

Pukul 6 pagi setelah dimandikan, si kecil diantar perawat ke kamarku. Perawat bercerita dengan riang, “Dedeknya gendut bu, jadi minumnya buanyak sekali, dua kali saya bikinkan barulah dia tertidur pulas di incubator.. hehe…” Oalah Nak Nak….. Jam segitu juga, baru deh bayi baru ini diadzankan oleh utinya, hihi….

Pukul 9 pagi, Faqih datang bersama bulek Ratmi dan Amat. Wajahnya terlihat sangat bingung ketika melihat perutku yg mengempes dan takjub melihat adiknya. Asing, pasti dirasakannya…..
Setelah dijelaskan, sulungku mengangguk-angguk, entah mengerti atau tidak, hehehe…..
Setelah puas berfoto-foto, bulek Ratmi ingin pulang, Amat juga ada kuliah. Okelah, asal Faqih tetap tinggal di sini, tak apa.

Hingga malam, ASIku belum jua sanggup membuat si kecil tenang. Minumnya masih dari sufor, padahal ini sudah hari kedua, duuuhh…. Bagaimana ini. Sambil menghibur hati, karena semakin aku merasa stress, hormon oksitosinku akan semakin sedikit yg membuat produksi ASI menjadi berkurang. Pelipur laraku karena suami tak ada di sisi dan mama yg terlihat kelelahan mengurusiku di klinik adalah Faqih dan adiknya. Malam hari, ketika mama telah pulas tertidur setelah menjagaku dan bayiku yg merengek minta susu terus, Faqihlah yg menjagaku. Kadang kumintai tolong mengambilkan air minum ato penganan kecil di kulkas. Ah subhanallah, melihat si kecil ini selalu membuat airmataku hendak meleleh terus. Maafkan mama ya Nak, maaf…..

Hari ketiga di kamar membuatku agak jenuh. Sejak kemarin sebenarnya ingin cepat kembali ke rumah tapi bidan belum mengizinkan karena pendarahanku perlu perawatan dari kliniknya. Hingga pagi di hari ketiga pun belum ada kejelasan. Setelah menanyakan lagi, akhirnya siang tanggal 7 Januari aku diperbolehkan pulang membawa serta bayi kami. Ah senangnya….. Sampai di rumah, dukun bayi yg bisa memijat PD agar ASI lancer keluar datang dengan diantar oleh Lek Anto. Mungkin karena rasa bahagia, ASI ku akhirnya mengalir deras malam harinya. Alhamdulillah, segala puji hanya bagi-mu ya, Rabb…..  

Note :
** sang bapak baru melihat raut wajah anak keduanya pada tanggal 10 Januari 2012 malam, padahal teman-temannya telah menjenguk pada tanggal 9 Januari 2012 siang, hehe….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar